Kamis, 10 Januari 2008

Teknik Penulisan Berita untuk Media Televisi

Selasa, 26-06-2007 14:46:04
oleh: Satrio Arismunandar

Memilih Format Berita TV:

Berita di media televisi dapat disampaikan dalam berbagai format. Untuk menentukan format mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor itu antara lain:

Ketersediaan gambar. Jika gambar yang dimiliki sangat terbatas, reporter sulit menulis naskah berita yang panjang. Maka berita dibuat dalam format lebih singkat dan padat, atau dibuat dalam format tanpa gambar sama sekali.

Momen terjadinya peristiwa atau perkembangan peristiwa yang akan diberitakan. Perkembangan terkini dari suatu peristiwa baru sampai ke producer, ketika siaran berita sedang berlangsung. Sedangkan perkembangan itu terlalu penting untuk diabaikan. Jika ditunda terlalu lama, perkembangan terbaru pun menjadi basi, atau stasiun TV lain (kompetitor) akan menayangkannya terlebih dahulu.

Format-format berita itu antara lain:

Reader. Ini adalah format berita TV yang paling sederhana, hanya berupa lead in yang dibaca presenter. Berita ini sama sekali tidak memiliki gambar ataupun grafik. Hal ini dapat terjadi karena naskah berita dibuat begitu dekat dengan saat deadline, dan tidak sempat dipadukan dengan gambar.

Bisa juga, karena perkembangan peristiwa baru sampai ke tangan redaksi, ketika siaran berita sedang berlangsung. Maka perkembangan terbaru ini pun disisipkan di tengah program siaran. Beritanya dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan berita yang sedang ditayangkan. Reader biasanya sangat singkat. Durasi maksimalnya 30 detik.

Voice Over (VO).Voice Over (VO) adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Ketika presenter membaca tubuh berita, gambar pun disisipkan sesuai dengan konteks isi narasi.

Natsound (natural sound, suara lingkungan) yang terekam dalam gambar bisa dihilangkan. Tetapi, biasanya natsound tetap dipertahankan, untuk membangun suasana dari peristiwa yang diberitakan. Sebelum menulis naskah berita, tentu Reporter harus melihat dulu gambar yang sudah diperoleh, karena tetap saja narasi yang ditulis harus cocok dengan visual yang ditayangkan. VO durasinya sangat singkat (20-30 detik).

Voice Over - Grafik. VO-Grafik adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Namun, ketika presenter membaca tubuh berita, tidak ada gambar yang menyertainya kecuali hanya grafik atau tulisan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan karena peristiwa yang diliput sedang berlangsung dan redaksi belum menerima kiriman gambar peliputan yang bisa ditayangkan.

Sound on Tape (SOT).Sound on Tape (SOT) adalah format berita TV yang hanya berisi lead in dan soundbite dari narasumber. Presenter hanya membacakan lead in berita, kemudian disusul oleh pernyataan narasumber (soundbite).

Format berita ini dipilih jika pernyataan narasumber dianggap lebih penting ditonjolkan daripada disusun dalam bentuk narasi. Pernyataan yang dipilih untuk SOT sebaiknya yang amat penting atau dramatis, bukan yang datar-datar saja. Format SOT ini bisa bersifat sebagai pelengkap dari berita yang baru saja ditayangkan sebelumnya, atau bisa juga berdiri sendiri. Durasi SOT disesuaikan dengan kebutuhan, tapi biasanya maksimal satu menit.

Voice Over - Sound on Tape (VO-SOT). VO-SOT adalah format berita TV yang memadukan voice over (VO) dan sound on tape (SOT). Leadin dan isi tubuh berita dibacakan presenter. Lalu di akhir berita dimunculkan soundbite dari narasumber sebagai pelengkap dari berita yang telah dibacakan sebelumnya. Format VO-SOT dipilih jika gambar yang ada kurang menarik atau kurang dramatis, namun ada pernyataan narasumber yang perlu ditonjolkan untuk melengkapi narasi pada akhir berita. Total durasi diharapkan tak lebih dari 60 detik, di mana sekitar 40 detik untuk VO dan 20 detik untuk soundbite.

Package (PKG). Package adalah format berita TV yang hanya lead in-nya yang dibacakan oleh presenter, tetapi isi berita merupakan paket terpisah, yang ditayangkan begitu presenter selesai membaca lead in. Paket berita sudah dikemas jadi satu kesatuan yang utuh dan serasi antara gambar, narasi, soundbite, dan bahkan grafis. Lazimnya tubuh berita ditutup dengan narasi.

Format ini dipilih jika data yang diperoleh sudah lengkap, juga gambarnya dianggap cukup menarik dan dramatis. Kalau dirasa penting, reporter dapat muncul dalam paket berita tersebut (stand up) pada awal atau akhir berita. Durasi maksimal total sekitar 2 menit 30 detik.

Live on Cam. Live on Cam adalah format berita TV yang disiarkan langsung dari lapangan atau lokasi peliputan. Sebelum reporter di lapangan menyampaikan laporan, presenter lebih dulu membacakan lead in dan kemudian ia memanggil reporter, di lapangan untuk menyampaikan hasil liputannya secara lengkap. Laporan ini juga bisa disisipi gambar yang relevan.

Karena siaran langsung memerlukan biaya telekomunikasi yang mahal, tidak semua berita perlu disiarkan secara langsung. Format ini dipilih jika nilai beritanya amat penting, luar biasa, dan peristiwanya masih berlangsung. Jika peristiwanya sudah berlangsung, perlu ada bukti-bukti yang ditunjukkan langsung kepada pemirsa. Durasinya disesuaikan dengan kebutuhan.

Live on Tape (LOT).Live on Tape adalah format berita TV yang direkam secara langsung di tempat kejadian, namun siarannya ditunda (delay). Jadi, reporter merekam dan menyusun laporannya di tempat peliputan, dan penyiarannya baru dilakukan kemudian.

Format berita ini dipilih untuk menunjukkan bahwa reporter hadir di tempat peristiwa. Namun, siaran tak bisa dilakukan secara langsung karena pertimbangan teknis dan biaya. Meski siarannya ditunda, aktualitas tetap harus terjaga. Durasi bisa disesuaikan dengan kebutuhan, namun biasanya lebih singkat dari format Live on Cam.

Live by Phone. Live by Phone adalah format berita TV yang disiarkan secara langsung dari tempat peristiwa dengan menggunakan telepon ke studio. Lead in berita dibacakan presenter, dan kemudian ia memanggil reporter yang ada di lapangan untuk menyampaikan laporannya. Wajah reporter dan peta lokasi peristiwa biasanya dimunculkan dalam bentuk grafis. Jika tersedia, bisa juga disisipkan gambar peristiwa sebelumnya.

Phone Record.Phone Record adalah format berita TV yang direkam secara langsung dari lokasi reporter meliput, tetapi penyiarannya dilakukan secara tunda (delay). Format ini sebetulnya hampir sama dengan Live by Phone, hanya teknis penyiarannya secara tunda. Format ini jarang digunakan, dan biasanya hanya digunakan jika diperkirakan akan ada gangguan teknis saat berita dilaporkan secara langsung.

Visual News. Visual News adalah format berita TV yang hanya menayangkan (rolling) gambar-gambar yang menarik dan dramatis. Presenter cukup membacakan lead in, dan kemudian visual ditayangkan tanpa tambahan narasi apa pun, seperti apa adanya. Format ini bisa dipilih jika gambarnya menarik, memiliki natural sound yang dramatis (misalnya: suara jeritan orang ketika terjadi bencana alam atau kerusuhan, dan sebagainya). Contoh berita yang layak menggunakan format ini: menit-menit pertama terjadinya bencana Tsunami di Aceh.

Vox Pop. Vox pop (dari bahasa Latin, vox populi) berarti "suara rakyat." Vox pop bukanlah format berita, namun biasa digunakan untuk melengkapi format berita yang ada. Isinya biasanya adalah komentar atau opini dari masyarakat tentang suatu isyu tertentu. Misalnya, apakah mereka setuju jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Jumlah narasumber yang diwawancarai sekitar 4-5 orang, dan diusahakan mewakili berbagai kalangan (tua, muda, laki-laki, perempuan, kaya, miskin, dan sebagainya). Durasi vox pop sebaiknya singkat saja dan langsung menjawab pertanyaan yang diajukan.

Struktur Penulisan Berita TV:

Ada perbedaan besar antara menulis naskah berita untuk didengar (dengan telinga) dan menulis untuk dibaca (dengan mata). Narasi berita televisi yang baik memiliki awal (pembuka), pertengahan, dan akhir (penutup). Masing-masing bagian ini memiliki maksud tertentu.

Awal (pembuka). Setiap naskah berita membutuhkan suatu pengait (hook) atau titik awal, yang memberikan fokus yang jelas kepada pemirsa. Awal dari tulisan memberitahu pemirsa tentang esensi atau pokok dari berita yang mau disampaikan. Hal ini memberi suatu fokus dan alasan pada pemirsa untuk tertarik dan mau menyimak berita yang akan disampaikan.

Pertengahan. Karena semua rincian cerita tak bisa dijejalkan di kalimat-kalimat pertama, cerita dikembangkan di bagian pertengahan naskah. Bagian tengah ini memberi rincian dari Lead dan menjawab hal-hal yang ingin diketahui oleh pemirsa. Untuk memudahkan pemirsa dalam menangkap isi berita, sebaiknya kita membatasi diri pada dua atau tiga hal penting saja di bagian tengah ini.

Akhir (penutup). Jangan akhiri naskah berita tanpa kesimpulan. Rangkumlah dengan mengulang butir terpenting dari berita itu, manfaatnya bagi pemirsa, atau perkembangan peristiwa yang diharapkan akan terjadi.

Rumus 5 C untuk Penulisan Berita di Media TV:

Conversational:

Ketika menulis naskah berita untuk media televisi, kita menulis untuk didengar. Ingat, televisi adalah media audio-visual, bukan media cetak. Pemirsa kita melihat (gambar/visual) dan mendengar (suara/audio), bukan membaca naskah berita seperti membaca koran.

Kelemahan media televisi adalah berita yang ditayangkan di layar televisi umumnya hanya muncul satu kali. Jika pemirsa tidak bisa menangkap isi berita pada tayangan pertama, ia tak punya peluang untuk minta diulang. Kecuali mungkin untuk berita yang dianggap sangat penting, sehingga dari waktu ke waktu selalu diulang dan perkembangannya di-update oleh stasiun TV bersangkutan.

Keterbatasan tersebut berlaku untuk media TV konvensional. Namun, saat ini sudah muncul jenis media TV yang tidak konvensional. Sekarang di sejumlah negara maju sudah mulai diperkenalkan IPTV (internet protocol television), yang bersifat interaktif. Pemirsa yang berminat bisa mengulang bagian dari tayangan TV yang ia inginkan, tentunya dengan membayar biaya tertentu.

Namun, IPTV mensyaratkan adanya infrastruktur telekomunikasi pita lebar yang canggih dan mahal, yang saat ini belum tersedia di Indonesia. Dalam dua atau tiga tahun ke depan (katakanlah sampai tahun 2010), tampaknya infrastruktur semacam ini juga belum siap untuk mewujudkan kehadiran IPTV di Indonesia. Jadi, dalam pembahasan teknik penulisan naskah berita, kita mengasumsikan, media televisi di Indonesia sampai tahun 2010 masih akan bersifat konvensional.

Untuk media televisi yang konvensional, sebuah tayangan berita tidak bisa disimak dan dibaca berulang-ulang seperti kita membaca koran. Pemirsa hanya punya satu kesempatan untuk menangkap isi berita Anda. Oleh karena itu, berita di TV dibuat dengan gaya bahasa bertutur, seperti percakapan sehari-hari, karena ini adalah gaya bahasa yang paling akrab dan biasa didengar orang. Tulislah naskah berita seperti gaya orang berbicara.

Misalnya, dalam percakapan sehari-hari, kita amat jarang menggunakan kalimat yang berpanjang-panjang, atau memiliki anak-anak kalimat. Namun, meskipun berita di TV menggunakan gaya bahasa bertutur, tata bahasanya tetap harus benar.

Clear:

Batasi kalimat untuk satu gagasan saja. Hal ini akan memudahkan para pendengar untuk menangkap dan memahami isi berita. Jangan menggunakan bahasa jargon atau slang, yang hanya dikenal kalangan tertentu. Hindari susunan kalimat yang rumit.

Atribusi untuk narasumber disampaikan lebih dulu sebelum pernyataannya, dan bukan sebaliknya. Hal ini untuk menghindarkan kebingungan di pihak pemirsa, dalam membedakan mana narasi dari si reporter dan mana opini dari si narasumber. Ini bertolak belakang dengan praktik yang biasa dilakukan di media cetak.

Jangan menggunakan terlalu banyak angka. Penyebutan angka-angka sulit ditangkap oleh pemirsa ketika mendengarkan berita. Buatlah angka itu mudah dimengerti. Jangan menempatkan angka di awal kalimat, karena bisa membingungkan.

Concise:

Gunakan kalimat-kalimat yang bersifat pernyataan (deklaratif).

Tulislah kalimat-kalimat yang pendek. Menurut hasil riset, kalimat pendek lebih mudah dipahami dan lebih kuat, ketimbang kalimat-kalimat panjang. Sebetulnya tidak ada aturan wajib tentang panjang kalimat yang dibolehkan. Namun, cobalah membatasi agar setiap kalimat yang Anda tulis tidak lebih dari 20 kata.

Compelling:

Tulislah dalam bentuk kalimat aktif. Para penulis berita menggunakan kalimat aktif karena lebih kuat dan lebih menarik. Selain itu, kalimat aktif juga lebih pendek daripada kalimat pasif.


Cliché free:

Kalimat atau pernyataan klise adalah pernyataan yang sudah terlalu sering digunakan di media. Pernyataan klise mungkin tidak akurat dan salah arah, namun harus diakui, banyak reporter merasa sulit menghindari pernyataan klise seperti ini.

Contoh kalimat klise untuk penutup berita: "Kasus itu masih dalam penyelidikan." Kalimat klise seperti ini bisa dibilang tidak memberi informasi tambahan apapun kepada pemirsa.

Maka, kalimat klise ini sebaiknya diganti dengan yang lebih informatif. Misalnya: "Polisi sampai hari ini masih belum mengetahui penyebab kecelakaan. Polisi mengharapkan, hasil penyidikan akan dapat diungkapkan hari Jumat besok. Reportase Trans TV akan melaporkan perkembangan ini besok untuk Anda."

Aturan-aturan Dasar:

Ada aturan-aturan dasar tertentu dalam penulisan berita untuk media televisi. Aturan ini bertujuan untuk membuat isi berita tersebut lebih mudah dipahami oleh pemirsa. Aturan ini juga akan membantu dan memudahkan presenter atau reporter di lapangan untuk membacakan berita tanpa kesalahan.

Angka. Dalam penulisan angka, sebutkan jelas angka dari "satu" sampai "sebelas". Lebih dari "sebelas", ditulis dalam bentuk angka: 12, 14, 25, dan seterusnya.

Untuk uang senilai Rp 145.325,50 tulis saja "seratus empat puluh lima ribu rupiah" atau "145 ribu rupiah."

Untuk menyebut tahun, sebut apa adanya, karena presenter akan dengan cepat memahami angka tahun. Misalnya: 1998, 2007, dan seterusnya.

Singkatan dan akronim. Tuliskan dengan jelas singkatan sebagaimana Anda ingin mendengarnya on air. Misalnya: ITB ditulis "I-T-B."

Jika suatu akronim sudah cukup dikenal, biarkan seperti apa adanya di naskah. Misalnya: NATO, OPEC, BAKIN, dan sebagainya.

Namun, jika si reporter ragu pemirsa akan memahami singkatan atau akronim itu, gunakan saja kepanjangan lengkapnya. Hal itu lebih aman dan menghindarkan presenter dari kemungkinan membuat kekeliruan.

Punctuation. Jangan gunakan punctuation dalam penulisan berita. Juga colon dan semicolon. Koma juga jarang digunakan dalam naskah untuk menandai jeda atau perubahan pemikiran. Presenter lebih suka menggunakan tiga titik ("...") untuk menandai jeda, karena lebih mudah dibaca di alat TelePrompTer.

Nama. Selalu gunakan nama dan gelar secara sederhana dan bertutur. Jika Anda harus mengidentifikasi seseorang dengan gelarnya, tuliskan gelar itu di depan nama mereka, seperti ketika kita memberi atribusi. Kita bisa menambahkan informasi identifikasi lain, sesudah menyebut nama.

Spelling. Salah menyebut kata atau salah mengeja bisa terjadi pada presenter. Itulah sebabnya, sebelum tampil di layar TV, mereka memang sebaiknya membaca dulu naskah beritanya. Namun, sering hal ini tak dilakukan karena berbagai sebab. Entah karena sekadar malas, atau berita memang ditulis dadakan. Untuk menghindari kekeliruan, reporter yang menulis berita perlu memberitahu presenter, tentang cara mengucapkan nama atau istilah tertentu yang tidak biasa.

Grammar/Tata bahasa. Tata bahasa yang buruk bisa berdampak jelek pada penampilan presenter. Maka, periksalah sekali lagi naskah berita, untuk menghindari tata bahasa yang buruk, sebelum naskah itu diserahkan ke presenter.

Lead yang menjual:

Setiap berita harus dimulai dengan kalimat lead yang kuat. Lead yang paling efektif biasanya mengacu ke beberapa aspek dari berita, yang dianggap penting atau menarik bagi pemirsa. Aspek ini kita namai "hook." Kenali aspek dalam berita itu yang akan memancing perhatian pemirsa dan gunakanlah pada kalimat lead. Lead semacam itu akan memelihara tingkat perhatian dari pemirsa TV.

Referensi:

•1. Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

•2. Harahap, Arifin S. 2006. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia.

•3. Ishadi SK. 1999. Prospek Bisnis Informasi di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

•4. Ishadi S. 1999. Dunia Penyiaran: Prospek dan Tantangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

•5. Smith, Dow. 2000. Power Producer: A Practical guide to TV news Producing - 2nd edition. Washington: Radio-Television News Directors Association.

•6. Wahyuni, Hermin Indah. 2000. Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.

Tidak ada komentar: